Dampak Etanol untuk Kendaraan Lama: Mesin Panas, Seal Rusak, hingga Penurunan Performa
Moveroad – Kandungan etanol pada bahan bakar minyak (BBM) yang ditawarkan Pertamina kepada SPBU swasta menjadi perhatian penting, khususnya masyarakat yang mulai mengawasi dan membandingkan kualitas BBM Pertamina dan swasta.
Upaya pemerintah memperluas penggunaan bioetanol dalam bahan bakar bensin (E20) terus digencarkan demi menekan emisi karbon dan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Namun di balik manfaat lingkungannya, pencampuran etanol dalam bensin ternyata bisa menimbulkan dampak teknis pada kendaraan produksi lama, terutama pada mesin dan komponen bahan bakar yang belum dirancang untuk menoleransi kandungan etanol tinggi.
Menurut Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yus WidjajantoSecara teknis, etanol memiliki kandungan energi lebih rendah dibandingkan bensin.
Baca Juga: Harga BBM Pertalite di Indonesia Ternyata Lebih Mahal dari Harga SPBU
Sebagai pengamat teknik otomotif Tri menjabarkan jika, nilai energi etanol berada di kisaran 26,8—29,7 megajoule per kilogram (MJ/kg), sedangkan bensin mencapai sekitar 40 MJ/kg.
“Penambahan etanol ke dalam bensin memang membuat kandungan energi campuran turun sekitar 1%, tergantung kadar campurannya,” jelas Tri dikutip Bloomberg Techno Senin (6/9).
Artinya, kendaraan yang menggunakan bahan bakar campuran etanol mungkin akan sedikit menurun efisiensi dan tenaganya, terutama untuk kendaraan lawas yang belum memiliki sistem pembakaran adaptif.
Baca Juga: BBM Non Subsidi Jadi Incaran Pemilik Kendaraan, Pertamina Ungkap Kondisi Terkini
Kadar Oksigen Tinggi Bikin Mesin Lebih Panas
Etanol mengandung kadar oksigen yang lebih tinggi daripada bensin biasa. Kondisi ini menyebabkan air-fuel ratio (AFR) ikut meningkat, sehingga campuran udara dan bahan bakar menjadi lebih miskin.
“Jika kadar etanol terlalu tinggi, mesin bisa bekerja lebih panas dan berpotensi menurunkan umur pakai komponen,” kata Tri.
Efek ini cukup terasa pada kendaraan produksi lama, terutama yang masih menggunakan sistem karburator tanpa sensor oksigen dan ECU canggih seperti mobil atau motor modern.
Sifat Higroskopis Etanol Bisa Turunkan Nilai RON
Etanol juga bersifat higroskopis, artinya mudah menyerap uap air dari udara. Ketika kadar air dalam bahan bakar meningkat, campuran bensin dan etanol akan mengalami fase separasi (pemecahan lapisan).
“Jika bensin tercampur air, kadar etanol akan menurun dan otomatis membuat nilai RON ikut turun,” papar Tri.
Akibatnya, performa mesin berpotensi menurun dan muncul gejala knocking atau detonasi. Kondisi ini berisiko pada kendaraan lama yang sistem pembakarannya tidak dirancang untuk mendeteksi perubahan kualitas bahan bakar.
Tidak Ramah untuk Komponen Karet dan Seal Lama
Dampak etanol untuk kendaraan produksi lama juga menyangkut kompatibilitas material.
Etanol bisa merusak seal, gasket, dan selang bahan bakar berbahan karet lama.
“[Etanol] tidak kompatibel dengan seal dan karet-karet pada kendaraan lawas. Dalam jangka panjang, material itu bisa mengeras, retak, bahkan bocor,” tegas Tri.
Kendaraan modern umumnya sudah didesain agar tahan terhadap etanol hingga kadar 20% (E20), menggunakan material sintetis yang lebih kuat dan sistem bahan bakar tertutup. Namun, untuk kendaraan keluaran sebelum era 2010-an, risiko kerusakan ini jauh lebih tinggi.
Perlu Tambahan Aditif dan Perawatan Rutin
Selain aspek kompatibilitas material, penggunaan bahan bakar beretanol juga meningkatkan kebutuhan aditif pengendali deposit.
“Etanol cenderung membuat pembentukan kerak di sistem bahan bakar lebih cepat. Jadi pemilik kendaraan lama sebaiknya rutin menggunakan fuel system cleaner dan aditif pengontrol deposit,” ujar Tri.
Beberapa tips agar kendaraan lama tetap aman menggunakan bensin beretanol:
- Cek rutin selang dan seal bahan bakar.
- Hindari menyimpan bensin terlalu lama karena etanol bisa menyerap air.
- Gunakan bensin beroktan tinggi untuk menjaga performa mesin.
- Tambahkan aditif pelindung jika sering menggunakan bahan bakar campuran etanol.
Etanol Ramah Lingkungan, Tapi Tidak untuk Semua Kendaraan
Meski etanol (bioetanol) menjadi langkah positif menuju bahan bakar hijau di Indonesia, pemilik kendaraan produksi lama harus lebih waspada.
Perbedaan karakteristik kimia etanol terhadap bensin konvensional bisa memicu penurunan tenaga, suhu mesin tinggi, serta kerusakan komponen karet dan seal.
Dengan perawatan berkala dan pemahaman teknis yang tepat, kendaraan lawas tetap dapat beradaptasi di era transisi menuju bahan bakar E20 yang lebih ramah lingkungan.



